SURAT KEPUTUSAN TENTANG PELAUT ASING YANG MEMPUNYAI IJASAH COC INDONESIA
Di bawah ini terlampir Surat keputusan tentang larangan Pelaut asing memakai ijasah COC Indonesia setelah STCW amandemen Manila 2010
Forum pelaut, Berita Maritime, Lowongan Kerja Di Kapal, Ilmu Pelayaran Nautik & Teknik Regulasi dan Peraturan di Laut
Forum Pelaut ini Di Dedikaiskan Untuk Para Pelaut Barbagi Semua Informasi Dalam Dunia Pelayaran.
Di Forum ini untuk Berbagi Lowongan Kerja untuk Pelaut Di Kapal Dalam Negeri Ataupun Kapal Luar Negeri.
Berita Maritime Tentang Pelaut dan Duni Kerja di Kapal ataupun Kejadian Peristiwa Terkini tentang Dunia Maritime.
Berbagi Berita Tentang Regulasi dan Peraturan Terkini dari Dirjen Perhubungan laut Indonesia .
Berbagi Tentang Ilmu Pelayaran bagian Nautika atau Tehnika serta Kunpulan soal soal Ujian Keahlian Pelaut DP 1,2,3,4,5.
SURAT KEPUTUSAN TENTANG PELAUT ASING YANG MEMPUNYAI IJASAH COC INDONESIA
Di bawah ini terlampir Surat keputusan tentang larangan Pelaut asing memakai ijasah COC Indonesia setelah STCW amandemen Manila 2010
Cara mengecek sertifikat Pelaut asli dan online di www.pelaut.dephub.go.id
1. Dasar hukum dibuatnya perjanjian kerja laut – “PKL” (zee-arbeidsovereenkomst) -- pada prinsipnya mengacu pada Buku II Bab 4 KUHD tentang Perjanjian Kerja Laut, khususnya Bagian Pertama tentang Perjanjian Kerja Laut Pada Umumnya. Ketentuan PKL dalam KUHD tersebut juga mengatur hal-hal bersifat khusus, misalnya: isi (substansi) PKL yang lebih luas dan pembuatan PKL harus di hadapan Syahbandar (vide Pasal 400 dan Pasal 401 KUHD jo Pasal 18 PP No. 7 Tahun 2000).
Walaupun demikian, (beberapa) ketentuan PKL dalam KUHD tersebut, merujuk lebih lanjut pada ketentuan perjanjian-perjanjian melakukan pekerjaan (Bab Ketujuh A – Buku II) KUH Perdata, seperti misalnya disebut dalam Pasal 396 KUHD, yang menyebutkan bahwa, “Terhadap PKL berlakulah selain ketentuan-ketentuan dari Bab (PKL) ini, (juga berlaku) ketentuan-ketentuan dari Bagian Kedua, Ketiga, Keempat, dan Kelima dari Bab Ketujuh A dari Buku Ketiga KUH Perdata, sekedar berlakunya ketentuan-ketentuan itu tidak dengan tegas dikecualikan”.
Artinya, selain diatur dalam KUHD, PKL juga tunduk pada Bab Ketujuh A (tentang Perjanjian-perjanjian Untuk Melakukan Pekerjaan) dari Buku Ketiga (tentang Perikatan) KUH Perdata, sepanjang tidak diatur khusus (dengan tegas) dalam KUHD.
Ketentuan yang dirujuk dalam KUH Perdata sebagaimana dimaksud Pasal 396 tersebut di atas, adalah: Bagian Kedua (mengenai Perjanjian Perburuhan Pada Umumnya), Bagian Ketiga (mengenai Kewajiban Majikan), Bagian Keempat (mengenai Kewajiban Buruh), dan Bagian Kelima (mengenai Bermacam-macam Cara Berakhirnya Perhubungan Kerja Yang Diterbitkan dari Perjanjian).
Saat ini, ketentuan-ketentuan dalam Bab Ketujuh A KUH Perdata dimaksud sebagian besar (hampir seluruhnya) sudah diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). Dengan demikian rujukan ketentuan dalam KUH Perdata (sebagaimana dimaksud Pasal 396 KUHD) sudah mengacu pada UU Ketenagakerjaan yang sekarang.
Di samping itu, sebagian lagi ketentuan yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam KUHD, juga telah diatur dalam UU Pelayaran (sekarang UU No. 17 Tahun 2008, pengganti dari UU No. 21 Tahun 1992), khususnya (secara detail) dimuat dalam PP No. 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan (yang masih merupakan peraturan pelaksanaan dari UU No. 21 Tahun 1992 dan masih berlaku sampai ada penggantinya).
Permasalahannya, apakah dengan adanya ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan (saat ini) maka ketentuan dalam KUHD menjadi tidak mempunyai kekutan hukum yang mengikat? Menurut hemat kami, tidak demikian karena ketentuan yang diatur dalam KUHD (Bab Keempat) bersifat khusus (lex specialis), dan ketentuan yang diatur dalam KUH Perdata (Bab Ketujuh A) bersifat umum. Oleh karena itu, berlaku azas “lex specialis derogat legi generali”.
Dengan perkataan lain, apabila suatu hal (terkait dengan PKL) terdapat pengaturannya dalam KUHD/UU Pelayaran, maka ketentuan dalam KUH Perdata/UU Ketenagakerjaan dikesampingkan. Dalam kaitan ini, berlaku azas metaprinciple yang mengatakan “lex posterior generalis, non derogat legi priori specialis” (Philipus M. Hadjon, Titiek Sri Djatmiati, “Argumentasi Hukum”, Gajah Mada University Press, hal. 54, vide Gert Frederik M, dalam P.W. Brouwer, hal. 215). Artinya UU –yang terbit– kemudian yang generalis (bersifat umum) tidak mengalahkan (mengesampingkan) pendahulunya yang spesialis (bersifat khusus). Oleh karena itu, dengan telah adanya pengaturan umum dalam UU Ketenagakerjaan menggantikan ketentuan dalam Bab Ketujuh A KUH Perdata, tentunya tidak mengesampingkan ketentuan dalam KUHD/UU Pelayaran (yang bersifat khusus).
2. Secara historis, dalam rangka menjamin kesinambungan penerimaan upah bagi buruh (pekerja), dibuatlah peraturan yang memberikan –perlindungan– kepada buruh terutama ketika tidak dapat menjalankan pekerjaannya saat mengalami sakit, cacat atau hari tua.
Bentuk perlindungan tersebut, berawal dari terbitnya Peraturan Kecelakaan 1939 (Ongevallenregeling 1939) dan Peraturan Pelaksanaannya (Ongevallen-verordening 1939) dan Peraturan Kecelakaan Pelaut 1940 (Schepelingen Ongevallen-Regeling Stbl. No. 447-1940) dan Peraturan Pelaksanaannya (Schepelingen-ongevallen-verordening – Stbl. No. 534-1940).
Kemudian, khusus untuk Peraturan Kecelakaan 1939 (Ongevallenregeling), disempurnakan menjadi UU Kecelakaan Tahun 1947 No. 33 (cq. UU No. 2 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya UU Kecelakaan Tahun 1947 No. 33 Dari Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia).
Dalam kaitan penyempurnaan itu, Prof. Iman Soepomo, S.H., (buku Pengantar Hukum Perburuhan, hal. 139) berpendapat bahwa dalam UU Kecelakaan tidak dengan tegas mencabut dan menggantikan Peraturan Kecelakaan (Ongevallenregeling 1939) dan peraturan pelaksanaannya (Ongevallen-verordening 1939), namun demikian harus diartikan sebagai telah mencabut dan menggantikan Peraturan Kecelakaan 1939 dimaksud. Pandangan Prof. Iman Soepomo, S.H. tersebut, tidak menyinggung mengenai Peraturan Kecelakaan Pelaut (Schepelingen Ongevallen-Regeling Stbl No.447-1940) dan peraturan pelaksanaannya (Schepelingen-ongevallen-verordening –Stbl No. 534-1940). Oleh karena itu, hemat kami Peraturan Kecelakaan Pelaut ini masih berlaku (secara khusus) hingga saat ini, sepanjang tidak diikutsertakan dalam program jaminan sosial (social secutiry) yang ada saat ini.
Substansi peraturan-peraturan kecelakaan, pada dasarnya menegaskan –adanya– kewajiban majikan untuk memberikan ganti kerugian kepada buruh yang mengalami kecelakaan pada waktu menjalankan pekerjaan atau saat masih dalam hubungan kerja. Artinya, pemberian ganti kerugian kepada buruh (sewaktu mengalami kecelakaan kerja) adalah merupakan tanggung-jawab majikan dan merupakan resiko menjalankan perusahaan (risqué professionnel). Walau faktanya, pelaksanaan ketentuan peraturan-peraturan kecelakaan tersebut tidak memuaskan (khususnya) bagi –pihak / kalangan– buruh.
Oleh karena itu, dalam perkembangannya kemudian, tanggung-jawab (beban) majikan dalam UU Kecelakaan Tahun 1947 No. 33, dialihkan kepada program jaminan sosial (social secutiry) dengan dibentuknya Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek) pada 26 Nopember 1977 dengan terbitnya PP No. 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja (yang sekaligus merupakan amanat dari Pasal 9 dan Pasal 10 UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja) yang tetap berpedoman pada UU Kecelakaan No. 33 Tahun 1947.
Kemudian, terbit UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek dan peraturan pelaksanaannya, PP No. 14 Tahun 1993 yang mencabut UU Kecelakaan 1947. Coverage (cakupan) UU Jamsostek ini secara umum meng-cover tenaga kerja dalam hubungan kerja di Perusahaan (lihat Pasal 4 ayat [1] jo Pasal 1 angka 3 dan 4 UU No. 3 Tahun 1992) namun tidak menyinggung coverage tenaga kerja pelaut di kapal-kapal berbendera Indonesia. Walaupun berdasarkan Pasal 1 angka 3 dan angka 4 UU No. 3 Tahun 1992, program jamsostek mencakup semua perusahaan / pengusaha dalam yurisdiksi NKRI.
3. Pengaturan mengenai jam kerja awak kapal (schepeling, pelaut, “anak kapal”) tidak diatur dalam KUHD, akan tetapi menjadi coverage UU Pelayaran (cq. Pasal 21 PP No. 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan), sebagai berikut :
a. Ketentuan jam kerja (waktu kerja dan waktu istirahat/”WKWI”) bagi awak kapal menganut pola 6:1 dengan maksimum 44 jam per-minggu. Artinya, 6 (enam) hari kerja dan 1 (satu) hari istirahat mingguan, masing-masing 8 (delapan) jam/hari.
b. Apabila awak kapal bekerja melebihi ketentuan waktu kerja dimaksud dan dipekerjakan pada hari istirahat mingguan atau pada hari libur nasional, maka dihitung lembur.
c. Setiap awak kapal harus diberikan waktu istirahat paling sedikit 10 (sepuluh) jam dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) jam sehari. Waktu istirahat tersebut dapat dibagi 2, yang salah satu di antaranya tidak kurang dari 6 (enam) jam kecuali dalam keadaan darurat.
d. Pengecualian dari WKWI dimaksud, antara lain pelaksanaan tugas-tugas darurat demi keselamatan berlayar dan muatan, termasuk latihan-latihan di kapal, atau untuk memberikan pertolongan dalam bahaya sesuai peraturan keselamatan pelayaran, dalam kaitan itu tidak dihitung lembur.
e. Demikian juga, bagi pelaut muda atau pelaut yang berumur antara 16 tahun sampai dengan 18 tahun dan dipekerjakan sebagai apapun di atas kapal, tidak diperbolehkan untuk :
1) dipekerjakan melebihi 8 jam sehari dan 40 jam seminggu;
2) dipekerjakan pada waktu istirahat, kecuali dalam hal-hal tugas-tugas darurat demi keselamatan berlayar dan muatan.
Demikian penjelasan kami, semoga penjelasan tersebut yang Sdr. maksud.
1. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek Van Koophandel Voor Indonesie, Staatsblad tahun 1847 No. 43);
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23);
4. Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
5. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan
6. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
7. Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
8. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Aturan untuk pelaut yang pulang dari luar negeri
No. |
Pertanyaan |
Jawaban |
1. | Paspor saya akan segera berakhir masa berlakunya, apakah saya harus segera melakukan pergantian? Saya takut keluar rumah mengingat situasi sekarang ini, apakah saya akan dikenakan denda keterlambatan perpanjangan paspor? Apakah ada dispensasi? | Paspor yang sudah habis masa berlakunya tidak harus segera dilakukan penggantian. Tidak ada denda apapun bagi penggantian paspor yang sudah habis masa berlakunya |
2. | Apakah WNI atau WNA yang ke Indonesia perlu untuk melampirkan Health Certificate? | Sesuai dengan Surat Edaran Gugus Tugas No. 9 Tahun 2020, WNI dan WNA yang akan ke Indonesia diwajibkan membawa Surat Keterangan Bebas Gejala Influenza (Health Certificate) dan melakukan PCR test pada saat ketibaan. Namun
jika belum melaksanakan dan tidak dapat menunjukkan surat hasil PCR
test dari negara keberangkatan, pemeriksaan kesehatan dan PCR test
Covid-19 akan dilakukan di pintu masuk, KECUALI pada PLBN yang tidak
memiliki peralatan PCR test, dan perjalanan bolak balik harian (commute)
melalui PLBN; dengan menunjukkan surat keterangan bebas
gejala Influenza (Health Certificate) Silahkan melihat alur penanganan di bawah tabel ini (nomor 10). |
3. | Bagaimana saya bisa mendapatkan Surat Keterangan Bebas Gejala Influenza (Health Certificate) dan PCR Test? | Untuk Surat Keterangan Bebas Gejala Influenza (Health Certificate bisa didapatkan dari GP atau Rumah Sakit terdekat, GP/RS di Singapura dan dalam bahasa Inggris. - Maksimal masa berlaku adalah 7 (tujuh) hari setelah diterbitkan untuk perjalanan dari Luar Negeri masuk ke Indonesia, - Maksimal masa berlaku adalah 14 (empat belas) hari setelah diterbitkan untuk perjalanan dalam negeri. Sedangkan
untuk Rapid/PCR test, menurut informasi dari Kementerian Kesehatan
Singapura hanya dilakukan kepada individu yang mengalami gejala mirip
seperti flu, selain itu tidak diberikan. Silahkan dikonfirmasi langsung dengan dokter di GP/RS terdekat untuk lebih jelasnya. *Misal : 'Hasil tes' PCR yang bersangkutan keluar tertanggal 3 Juli, maka 7 hari berlakunya, 3+7, yaitu sampai tanggal kedatangan maksimal 10 Juli. KBRI Singapura tidak mengeluarkan surat keterangan/rujukan yang dapat digunakan untuk melakukan tes PCR di Singapura. |
4. | Bagaimana dengan biaya pemeriksaan dan karantina di pintu masuk? | Untuk WNI semua biaya pemeriksaan dan fasilitas karantina yang disediakan oleh Pemerintah RI gratis. Sedangkan untuk WNA, biaya pemeriksaan dan karantina dibebankan kepada yang bersangkutan. |
5. | Bagaimana dengan ketentuan yang mensyaratkan Surat Keterangan dari KBRI agar dapat kembali ke Indonesia? | Menurut
Surat Edaran Nomor 5 dari Gugus Tugas Covid-19 Indonesia, Surat
Keterangan Repatriasi sudah tidak diperlukan lagi setelah tanggal 7 Juni
2020. |
6. | Apakah penerbangan sudah bisa transit di Singapura? | Menurut
peraturan pemerintah Singapura, penerbangan transit melalui
Singapura hanya untuk penerbangan repatriasi yang diatur oleh pemerintah
negara dari penumpang pesawat tersebut. Berikut peraturannya: https://www.caas.gov.sg/who-we-are/newsroom/Detail/travelers-to-be-allowed-to-transit-through-changi-airport/ |
7. | Saya memiliki bayi atau anak kecil, apakah mereka perlu diperiksa atau PCR swab test juga? (catatan: berlaku juga untuk ibu hamil, balita, anak-anak, lansia, dan penderita komorbid, atau penyandang disabilitas yang terlibat dan lain sebagainya) | Menurut peraturan dari Menkes RI KMK No. HK.01.07-MENKES-382-2020, untuk ibu hamil, balita, anak-anak, lansia, dan penderita komorbid, atau penyandang disabilitas yang terlibat dan lain sebagainya, maka penerapan protokol kesehatan harus melibatkan peran pihak-pihak yang terkait termasuk aparat yang akan melakukan penertiban dan pengawasan. |
8. | Apa itu aplikasi Peduli Lindungi? | PeduliLindungi
adalah aplikasi yang dikembangkan untuk membantu instansi pemerintah
terkait dalam melakukan pelacakan untuk menghentikan penyebaran
Coronavirus Disease (COVID-19). Aplikasi
ini mengandalkan partisipasi masyarakat untuk saling membagikan data
lokasinya saat bepergian agar penelusuran riwayat kontak dengan
penderita COVID-19 dapat dilakukan. Pengguna
aplikasi ini juga akan mendapatkan notifikasi jika berada di keramaian
atau berada di zona merah, yaitu area atau kelurahan yang sudah terdata
bahwa ada orang yang terinfeksi COVID-19 positif atau ada Pasien Dalam
Pengawasan. Untuk Apple/IOS: https://apple.co/2K7TNj1 Untuk Android: http://bit.ly/Android-PL Lebih jelasnya dapat di lihat di sini: https://pedulilindungi.id/ |
9. | Apa itu PLBN (Pos Lintas Batas Negara)? | PLBN adalah Pos tempat pemeriksaan perlintasan keluar masuk manusia dan barang antar dua negara melalui jalur darat dan laut. Daftar
PLBN Indonesia sesuai dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-01.GR.02.01 Tahun 2014 |
10. | Persyaratan Kedatangan dari Luar Negeri ke Indonesia berdasarkan |
11. Bagaimana alur pemulangan PMI yang tiba di Tanah air?
Sumber :
Blog: |
Forum Pelaut |
Topics: Berita Maritime, Lowongan Pelaut, Soal soal Ujian UKP pelaut |